Pada malam kejadian, sang ibu secara brutal memukuli bayi itu menggunakan alat pijat punggung, karena anak itu tidak mau minum susunya, dan menumpahkan produk kosmetik sang ibu. Yang lebih mengejutkan, sang ibu bahkan membiarkan ketiga kerabatnya, bergantian memukuli bayi itu.
Balita malang itu terus menangis, tetapi mereka tidak peduli. Bayi itu sekarat dan mati, tetapi ibu dan kerabatnya mengira bocah malang itu tertidur. Mereka bahkan membawanya ke rumah bernyanyi, di mana ibu dan kerabatnya itu bersenang-senang bernyanyi selama tiga jam.
Ketika masih di ruang karaoke, balita itu masih sempat dipukuli kepalanya oleh sang ibu, yang tak mengetahui bahwa bayinya telah meninggal. Setelah sesi bernyanyi selesai, sang ibu memperhatikan ada sesuatu yang tidak beres, dan membawa bayi itu ke rumah sakit. Tetapi sudah terlambat.
Para dokter yang mencoba menyadarkan balita itu menemukan, memar di sekujur tubuhnya, dan menyadari bahwa beberapa luka disebabkan oleh kuku yang tajam. Karena itu, dokter menghubungi polisi. Post-mortem mengungkapkan, bayi itu menderita pendarahan di tengkoraknya, atau dikenal sebagai perdarahan intrakranial, yang membuat polisi percaya bahwa seseorang membenturkan kepala bayi ke dinding atau dia jatuh ke lantai dengan kepala terlebih dahulu. Sang ibu dan teman-teman serumahnya ditahan oleh polisi, dan semuanya mengaku bersalah.
Namun, mereka membela diri dengan mengatakan, bahwa bayi itu dirasuki roh jahat, dan harus dipukuli untuk membuatnya patuh. Rupanya, pemukulan telah meningkat sejak Januari 2019, dan mereka akan memukulnya setiap kali dia mulai menangis. Polisi menggerebek rumah, dan menemukan alat pijat punggung, tongkat, dan tabung plastik, yang diyakini digunakan untuk menganiaya anak itu. Ayah dan nenek kandung bayi itu hancur, ketika mendengar berita itu.